Subuh-subuh aku berjalan di koridor, hendak mengambil air wudhu. Sepintas, terlihat pintu kamar Mirna sudah terbuka. Pasti ibunya Mirna sudah bangun. Dari dalam tampak pemandangan yang menyejukkan hati, rupanya ibu Mirna sedang khusyuk membaca kitab suci al-qur’an dengan segelas air di hadapannya. Sementara si anak masih mendengkur di kasur lantai, samping ibunya.
Tak lama, sang ibu membangunkan anaknya yang masih tertidur pulas sambil meraih segelas air putih yang tadi ada di hadapannya.
“Mir bangun, sudah subuh. Sana ambil wudhu, geurasholat!”
Mirna menggeliat, segera bangun.
“Selamat ulang tahun ya nak, nih diminum dulu air do’anya!” sang ibu membelai rambut dan mengecup lembut kening anaknya.
“Semoga kamu selalu ada dalam lindungan allah, dikasih umur yang panjang dan kesehatan, begitu juga dengan rejeki dan jodoh” mendengar ucapan ibunya, Mirna yang masih lulungu pun terperangah, matanya berkaca-kaca.
“Aamiin. Terimakasih ibu! Tiap aku ulang tahun ibu rutin memberiku do’a dan ucapan. Mirna nggak tahu suatu saat Mirna bisa berbuat hal yang sama atau tidak sama anak Mirna sendiri. Rasanya ibu tak pernah bosan dan lupa.”
“Yang namanya orang tua, pasti akan selalu mendo’akan anak-anaknya setiap saat, tidak hanya di saat hari ulang tahun saja.”
Melihat dua anak-beranak itu, membuatku terharu tanpa sadar menitikan air mata. Dengan pengetahuan agama yang masih minim, aku tak tahu apa yang dilakukan ibunya Mirna tergolong perbuatan syirik atau tidak. Aku hanya melihat bentuk perhatian yang besar dari seorang ibu buat anaknya. Tak lebih dari itu!
“Beruntung sekali kamu Mir, punya ibu seperti dia yang sangat sayang dan peduli terhadap anaknya. Jujur aku iri!”gumamku dalam hati sambil mendekat kearah mereka berdua.
“Oh.. ada yang ulang tahun nih?”
“Hai Chie, lihat deh apa yang ibu lakukan!” pandangan Mirna tak lepas dari ibunya “Dia selalu memberiku do’a dan ucapan, persis seperti tahun-tahun sebelumnya, rutin dilakukan tiap aku ulang tahun” sahut Mirna terseyum dan terus memandangi ibunya lekat-lekat.
“Hehehe.. hampir semua orang tua juga begitu, iya kan Chie?”
Aku tersenyum kecut “Mungkin!”
Tiba-tiba Yani datang ke kamar Mirna, mungkin dari tadi dia menyaksikan adegan harmonis ini “Ih... teh Mirna bikin aku iri saja. Ibu.. aku juga pengen dikasih ucapan seperti itu!” ujar Yani sedikit tersenyum dengan mata berkaca-kaca pula. Seolah-olah sedang guyon. Tapi, sama sekali tidak bisa menyembunyikan kepedihan hatinya.
“Emang kamu nggak pernah dikasih ucapan seperti ini tiap kamu ulang tahun?”
“Tak pernah!”
“Sama aku juga tak pernah!”
“Masa, kalian nggak pernah?” tanya Mirna. Aku dan Yani menganggukkan kepala. “Berarti aku adalah orang yang paling beruntung punya ibu yang tak pernah lupa mendo’akan anaknya, apalagi di saat ulang tahun seperti ini. Jadi terkesan spesial.”
“Kan sudah ibu bilang Mir, meski tak pernah berbuat yang sama, semua orang tua pasti mendo’akan anak-anaknya setiap saat. Kalian sendiri saja yang tak sadar.”
“Iya sih, mungkin karena ibuku sudah tidak ada, jadi aku merasa sudah tidak ada lagi yang mendo’akan aku.”
“Apalagi aku Yan! Semua orang akan mengerti kamu, karena mereka tahu kalau ibumu sudah tiada. Tapi mereka pasti heran dengan diriku. Secara, orang tuaku masih lengkap, mereka akan berpikir kalau aku sangat bahagia dan mendapat kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuaku. Padahal semua itu salah. Mungkin benar apa yang dikatakan ibunya Mirna, kalau setiap ibu di mana pun pasti akan mendo’akan anaknya, tapi bagaimana dengan kasih sayang itu?”
“Sabar, ibu juga suka mendo’akan kalian semua kok!”
“Eitss.. aku lupa belum sholat” segera aku meninggalkan mereka bertiga.
Rakaat terakhir−−dalam sujud−−kubersimpuh, bulir-bulir hangat menetes. Duduk tahiyat akhir kemudian salam. Tak seperti biasanya, do’aku kali ini solah meratap; memohon kasih sayang dan limpahan karunia-Nya. “Tuhan.. entah apa yang ada dipikiranku saat ini. Jujur aku sangat iri dan cemburu dengan kasih sayang yang didapatkan Mirna dari ibunya. Apakah orang seperti diriku tak layak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu? Atau mungkin ENGKAU punya maksud lain dibalik semua ini? Sungguh aku tak tahu rencanaMU, tuhan! Jika ENGKAU menganggap diri ini kuat, maka berikanlah kelapangan kepadaku untuk bisa menerima semuanya. Tapi jika aku tidak tergolong kedalam kaum yang kuat, maka cukupkanlah sampai di sini ujianmu itu.” aku larut dalam ratapanku hingga tersungkur di atas sajadah.
**
No comments:
Post a Comment