Sifat buruk yang dimiliki Yani dan sulit dihilangkan adalah manja dan suka memaksa. Malam-malam, dia memintaku mengantarnya belanja ke minimarket terdekat. Sebenarnya aku malas jika harus berjalan di jembatan malam-malam. Di mataku, jembatan itu begitu menakutkan. Masih paranoid. Untung saja mas Dito datang dengan motor barunya; pulang kerja.
“Tuh kebetulan mas Dito pulang, mending kamu minta antar saja sama dia. Jadi aku nggak mesti nganterin kamu.”
“Wah... kebetulan banget! Iya, kita minta antar saja biar cepat, tapi teh Achie juga harus ikut dong! Kalau teh Achie nggak ikut, aku juga nggak mau ah...”
“Kok gitu sih?”
“Hai, pada mau ke mana?” tanya mas Dito.
“Ini mau belanja ke minimarket, anterin kita dong mas!”
“Aku juga baru datang. Nanti saja!”
“Ah... nggak mau ah.. sekarang atuh mas. Putar balik lagi motornya!”
Mas Dito tak bisa menolak. “Kamu tuh kalau ada maunya maksa terus, cepat naik!”
Yani tersenyum manja “Ayo teh Achie ikut!” aku masih bergeming “Ayooo...!” lanjutnya dengan manja.
Terpaksa aku mengikuti keinginannya. Minimarket yang dimaksud sudah di depan mata. Tinggal menyebrang saja. Namun tiba-tiba mas Dito menunjukkan ke arah sebrang.
“Chie, itu lihat Chie!”
“Ada apa mas?”
“Itu lihat cewek yang di sebrang sana!”
“Mana? Siapa sih?”
“Anu.. eu.. si.. si Imas, lagi jalan sama teman-temannya ada gebetannya juga, kamu lihat nggak? Aduh kacau ini!”
“Mana? Nggak kelihatan.”
“Apaan sih?” Yani yang di belakang tak terlalu mendengar percakapan kami.
“Itu tuh...” sambil memengang stir, telunjuk mas Dito menunjuk ke arah sebrang. Mas Dito tak konsen menyetir hingga tak pedulikan kendaraan yang datang dari hadapannya.
“Oh... i-ya, iya!” jawabku “Awas mas!” sambungku berteriak.
Brak... terdengar suara yang tertubruk.
“Eits.. sial!” gerutu mas Dito.
Tid.. tid.. tiiiiiiiiiiid.....
“Woy... monyet! Bisa bawa motor nggak? Kalau di jalan raya jangan suka ngelamun dong! Pake nyeruduk motor orang segala!” nampaknya mas Dito menabrak motor yang di depannya, dan orang itu marah besar. Untung saja tidak apa-apa.
“Maaf ‘a.. nggak sengaja!” jawab mas Dito gelagapan tapi dia seolah tak menghiraukan orang yang ada di depannya, matanya langsung mencari-cari sosok perempuan tadi.
“Ke mana lagi dia?” ujarnya.
Tid.. tid.. tiiiiiiiid.....
“Buruan dong, macet nih. Emang ini jalan milik moyangmu?” gerutu pengendara motor lain yang ada di belakang kami.
“Iya .. iya..” mas Dito benar-benar gelagapan.
“Jangan marah-marah atuh, ini juga sudah mau jalan lagi!” aku membela.
Pulang ke kontrakan, mas Dito langsung melamun.
“Mas, kenapa sih kamu melihat mantan saja sampai segitunya? Nyaris saja kita celaka!” ujarku.
“Iya mas Dito aneh banget. Harusnya kamu bisa bersikap biasa-biasa saja.”
“Maaf, tadi aku takut ketahuan sama dia, kalau aku boncengin cewek.”
“Ya biarin saja atuh, di antara kita kan nggak ada hubungan apa-apa, hanya berteman saja. Bukannya kalian sudah putus?”
“Iya sih... tapi aku masih cinta sama dia!”
“Gara-gara kamu masih cinta, kita nyaris celaka mas!”
“Maaf deh!”
**
No comments:
Post a Comment