DEMONSTRASI



Pagi ini teramat cerah, membuat hidupku bergairah. Tak seperti biasa, jalanan lebih macet. Para buruh tumpah ruah berkonvoy lengkap dengan bendera dan atribut organisasi perburuhan, salah satu di antaranya SPSI. Bukan untuk bersenang-senang, tapi menuntut kesejahteraan. Ini sudah menjadi rutinitas tahunan dalam memperingati hari buruh sedunia. Tuntutannya berkaitan dengan penghapusan sistem kontrak ataupun outsourching serta perbaikan kesejahteraan buruh terutama kesesuaian gaji karyawan.
“Teh, hayo gabung!” ujar beberapa pendemo.
Aku menggeleng segera berlalu “Tidak, terimakasih!”
“Huuuuuuh..”para pendemo menyoraki aku.
“Bagaimana mungkin aku ikut berdemo, sedang nasibku saja tidak jelas begini.”
Aktifitas di pabrik menjadi sedikit longgar. Jam kerja belum dimulai, aku masih menunggu bunyi bel. Dari luar gerbang terdengar suara riuh para pendemo. Mereka menggedor pintu gerbang, meminta perusahaan tempat kami bernaung mengijinkan seluruh buruhnya untuk berpartisipasi. Terjadi adu argumen antara keamanan pabrik dengan para pendemo.

 “Ayo kita perjuangkan hak-hak kita. Kalau bukan kita sendiri, siapa lagi yang akan peduli!” pekik mereka.
“Benar, kepada bapak pimpinan perusahaan ini, diminta dengan hormat kesediaannya untuk mengijinkan seluruh buruh berpartisipasi. Ini bukan untuk kepentingan segelintir orang, tapi untuk semua element buruh. Wajar jika setahun sekali kita menuntut kesejahteraan hidup. Mari kita bersama-sama memperjuangkannya!” Seru salah satu orang yang berpengaruh dalam oraganisasi serikat buruh.
“Tunggu pimpinan kami, saya tidak punya kewenangan untuk memberi ijin!” sahut petugas keamanan pabrik kami.
“Lalu mana pimpinan kalian, suruh dia menemui kami.”
“Dia belum datang, lebih baik kalian berangkat saja dulu!”
“Kami tidak akan pergi jika semua buruh di sini tidak diijinkan untuk gabung bersama kami!” teriak pendemo lainnya.
Bruk.. brukk.. beberapa orang terlihat beringas, menendang pintu gerbang. Mereka menggoyang-goyangkan gerbang, memaksa masuk. Polisi dan tentara dibuat tak berkutik atas aksi pendemo. Tak lama, dari arah pendemo, datang sebuah motor−−pengemudinya tak terlihat−−−tertutup helm. Salah satu petugas keamanan memberikan perlakuan khusus, membukakan pintu darurat untuknya. Dia pun memarkirkan motor sportnya di parkiran. Tak lain adalah pak Efren, personalia yang ditunggu para pendemo. Tak seperti biasanya, dia datang tanpa membawa mobil sedannya. Rupanya dia sudah memperkirakan apa yang akan terjadi hari ini. Bisa jadi salah satu petugas keamanan yang lebih dulu memberitahu kondisi pabrik padanya.
Bapak personalia berjalan keluar gerbang, langsung turun tangan “Tenang.. tenang.. semuanya! Secara pribadi, saya juga ikut mendukung, tapi ini bukan perusahaan saya. Bagaimana mungkin saya mengijinkan semua buruh ikut berdemo, otomatis produksi akan terganggu dan menurun drastis. Kita cari jalan keluarnya!” dia pun terlihat menghubungi beberapa orang penting di perusahaan.
“Perusahaan sudah sepakat untuk mengijinkan perwakilan dari beberapa bagian saja, memang saya personalia di sini tapi saya tidak punya wewenang lebih. Kalau saya ijinkan semuanya berdemo, bagaimana dengan order produksi itu, perusahaan kami sedang diburu ekspor. Kalian berangkat duluan, mereka sedang mengurus perijinan dulu!” lanjutnya.
“Jangan begitu pak! Kami ke sana bukan untuk bersenang-senang. Hari ini, kami semua rela tidak bekerja untuk memperjuangkan hak-hak para buruh. Makanya kami minta khusus untuk hari ini segala aktifitas pabrik di-hen-ti-kan. Minggu ini kita akan melakukan demo besar-besaran, kita berkumpul di depan gedung sate. Selanjutnya, besok kita ke Jakarta, berkumpul di Bundaran HI.”
“Iya, saya mengerti! Tapi kalian harus bisa mengerti juga, perusahaan yang punya aturan bukan perorangan seperti saya” pak Efren berusaha berkonsolidasi dengan beberapa orang yang cukup berpengaruh dari berbagai organisasi buruh. Aku tak begitu jelas mendengar perbincangan mereka, suaranya timbul-tenggelam diantara pekikan para pendemo.
“Huuu...” Serempak semua pendemo protes.
“Hey.. ingat tujuan utama kita hanya menyuarakan aspirasi, jangan buat kerusakan. Kita turuti saja keputusan pimpinan pabrik ini” ujar sang pemimpin demo.
“Baiklah pak, kita akan menunggu perwakilan yang akan kalian kirim!” lanjutnya.
Personalia yang berperawakan tinggi besar itu mengangguk dan tersenyum simpul. Dia seorang purnawairawan TNI-AD, dia pun berjalan menuju ke arah buruh yang berjejer.
“Ayo kalian masuk. Jam kerja sebentar lagi dimulai. Biar para satpam yang mengurusi para pendemo.”
“Man, nanti kamu urus para perwakilan dari kita, usahakan yang tertib!” sambungnya berpesan pada petugas keamanan pabrik yang bernama Satiaman.
“Siap pak!”
Pak Efren segera menggiring kami ke dalam pabrik, menghindari kekacauan.
**

No comments:

Post a Comment