Ketidakpastian kontrak kerja mulai terlihat titik terangnya. Aku mengendus hal itu sejak terserang sakit. Hari ini tepat tanggal duabelas April−−dua tahun masa kerjanya Nunik. Bukan dia saja yang cemas−−aku−−Herti dan Yani juga ikutan cemas. Karena kami semua seangkatan, beda bulan saja. Tentu nasib kami akan sama dengannya. Jika dia diperpanjang, kemungkinan aku dan lainnya begitu. Jika sebaliknya, dia dirumahkan atau PHK sekalipun, pasti giliran kami juga akan tiba.
Hari berangsur gelap. Orang yang ditunggu tak kunjung muncul. Mungkinkah kontrak kerjanya diperpanjang dan dia langsung bekerja? Mengingat minggu ini adalah jatahnya kerja siang.
Pagi sekali−−sebelum berangkat kerja, aku dan Herti menyambangi kamarnya Nunik yang berada di baris depan lantai atas. Kupikir dia masih tidur, setelah semalam kerja. Karena kami beda shift. Baru saja mau mengetuk pintu, tangan kananku tertahan melihat pintu kamar yang masih digembok.
“Sepertinya dia tak ada Her!”
Herti melihat ke arah gembok yang terpasang. “Berarti semalam dia tak pulang. Ke mana ya?”
Aku menggeleng, bingung. Jika memang Nunik dirumahkan, setelah menghadap kantor administrasi harusnya dia sudah pulang lagi. Terus.. kalau pun masih diperpanjang, pagi ini harusnya ada di kontrakan. Sekarang di mana dia? Kami sangat cemas, berharap dia masih kerja dan sekarang sedang nginap di salah satu temannya. Mungkin saja!
Pukul setengah empat sore, aku mendapati kamar Nunik masih terkunci. Ditelepon juga tak aktif. Seharian ini, Mirna dan Yani yang kebetulan kerja malam juga tak menemukan batang hidungnya. Keberadaan Nunik tidak diketahui. Semuanya cemas, menggegerkan satu kontrakan saja.
Selepas sholat maghrib, kami semua berkumpul di kamar mas Dito, samping kamar Nunik. Saling memikirkan apa yang tengah terjadi pada sahabat kami, Nunik. Dari luar terdengar suara pintu yang terbuka. Kami saling berpandangan. Ada rasa penasaran, aku buru-buru keluar.
“Hai, lagi pada ngapain?” ujarnya santai, masih mengenakan seragam.
“Dodol[1].. kamu ini ke mana saja? Kita semua panik mikirin kamu” aku geregetan.
Yani, Herti, mas Dito, mas Nano dan mas Dendi berhamburan keluar, mereka menangkap pembicaraan kami.
“Lah.. mbak Nunik dicariin dari kemarin kok baru nongol. Ke mana saja mbak?” ujar Yani.
“Iya, bikin panik saja. Kalau ada apa-apa tuh kasih kabar biar nggak bikin orang cemas” mas Dito menambahkan.
“Sabar dong, ini nanya apa menghakimi? Kemarin aku habis dari tempatnya saudaraku di Antapani. Aku nginep di sana” jawabnya sambil masuk ke dalam kamar. Aku, Yani dan Herti mengekor dari belakang.
Entah mengapa aku yakin kalau sekarang Nunik sudah tidak bekerja lagi. “Terus kok sekarang kamu nggak kerja?” aku mencoba mencari tahu.
“Karena rumor itu memang benar...” ucapannya tertahan, sejenak dia menarik nafas “Mulai sekarang aku nggak kerja lagi, dirumahin Chie!” jelasnya dengan mata yang berbinar “Makanya kemarin aku pergi ke tempat saudaraku. Aku sedih banget, mau pulang ke kontrakan rasanya malu. Belum siap ditanya ini-itu.” dia berusaha untuk tetap tersenyum.
Terjawab sudah teka-teki yang selama berbulan-bulan mencuat ke permukaan, menggelinding bagai bola salju. Aku, Herti, Yani dan beberapa penghuni kontrakan lainnya yang seangkatan denganku, tinggal menuggu waktu saja. Kecuali Mirna, satu-satunya orang yang berada di zona hijau; aman. Dia masuk lebih dulu dari kami, kira-kira akhir Desember 2003.
Para jejaka yang berdiri di depan pintu berusaha menenangkan hati kami. Beruntunglah mereka. Walaupun bekerja di perusahaan kecil[2]yang gajinya dibawah kami (karyawan Jayatex), tapi setidaknya nasib mereka aman-aman saja. Tidak ada pemutihan.
**
Hari rabu, tanggal 26 April 2006 adalah penentuan. Biasanya ini adalah hari yang paling menyenangkan dan ditunggu, karena hari ini jatah libur mingguanku. Sekarang berbeda. Tak ada rasa senang, melainkan ketegangan yang memuncak. Apalagi sehari sebelumnya, aku menerima surat panggilan dari kantor administrasi. Aku sudah tahu apa yang akan mereka katakan padaku. Karena Nunik yang telah lebih dulu dieliminasi memberitahuku.
Sebelum pulang kerja, aku mengemasi barang-barang di loker yang ada di areal pabrik. Tanpa menyisakan sedikit pun. Salah satu buruh senior melihat tingkahku dan berkata “Kok pada diambil semua?”
“Mau dicuci mbak! Besok kan jatah libur” jawabku santai seolah-olah tak ingin memberitahunya apa yang akan terjadi padaku.
“Jangan dulu! Aku juga belum berhadapan dengan kepala administrasinya. Jadi aku belum tahu hasilnya seperti apa. semoga saja ada keajaiban.” Gumamku.
Rabu pagi, pukul setengah tujuh. Aku berkumpul di depan kantor administrasi, bergabung dengan teman bagian lain yang kebetulan masa kerjanya berakhir di tanggal yang sama. Memasuki ruang administraasi, kembali membuatku gerah. Aku berusaha menyiapkan mentalku.
Seperti biasa, seorang staff kantor memersilahkan duduk di tempat pengarahan. Ada banyak orang yang dipanggil hari ini, dari bagian kaos-kaki sendiri ada enam orang. Kami disuruh mengantri.
“Rasanya baru kemarin aku diinterview di sini, dua tahun terasa begitu singkat”gumamku mendesah panjang dan melihat sekeliling ruangan.
Tiba giliranku. Jantungku berdegup tak karuan, membuatku meringis−−sulit bernafas. “Silahkan duduk!” tidak seperti biasanya, kali ini ci Linlin sangat ramah.
“Hemm.. giliran mau ngeliminasi orang, baru bersikap ramah. Kenapa nggak dari dulu? Kemarin-kemarin ke mana saja?” gerutuku dalam hati.
“Makasih ci!”
“Namamu, Yarsi Yuniasari bagian areal 4 ya?”
“Iya” jawabku datar, malas rasanya berbasa-basi.
“Hari ini, Rabu, tanggal 26 April 2006. Masa kontrak kerja kamu genap dua tahun dan berakhir...”
/Booom..!/ akhirnya bom waktu itu meledak juga. Memorakporandakan seluruh persendianku. Tangannya mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuatu. “Untuk sementara kamu istirahat dulu di rumah selama tiga bulan. Kalau kamu mau kerja lagi di sini, berarti nanti tanggal 26 bulan..” jari kirinya mulai berhitung “Juli, kembali lagi ke sini. Bawa lamaran lagi. Ini syarat-syaratnya!”
“Jadi..?”
“Ya seperti yang saya bilang tadi, masa kontrak kerja kamu berakhir sampai di sini. Kalau masih mau kerja lagi, bulan Juli tanggal 26 ke sini. Bawa lamaran seperti biasa. Syarat-syaratnya samakan dengan yang saya tulis di kertas, cuma bikin SKCK dan kir dokternya nanti saja pas mendekati tanggal 26 supaya tidak terlalu lama.”
“Maksudku, sekarang aku di-PHK atau dirumahkan saja ci?” aku tak mengerti “ Tapi kalau dia menyuruhku untuk datang lagi, kemungkinan besar aku hanya dirumahkan saja” gumamku lagi.
“Bagaimana sudah mengerti belum?”
“Iya ci!”
**
[1] Dalam pengertian yang sebenarnya, mungkin semua orang tahu; sejenis wajit, makanan manis khas kota Garut. Tapi, yang dimaksudkan ‘dodol’ di sini pengertiannya lain. Bahasa plesetan yang sedang ngetrenddi kalangan buruh pabrik yang bisa diartikan; dasar, sial/ sialan.
[2]Rata-rata bekerja di pabrik plastik dan sepatu.
No comments:
Post a Comment